OPTIMALISASI
KEBIASAAN SWAMEDIKASI MASYARAKAT
Kesadaran masyarakat
mengenai pentingnya kondisi tubuh yang sehat ternyata masih rendah (Depkes RI,
2008). Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya persentase beberapa indikator kesehatan
yang ada di sensus penduduk seperti persentase jumlah penduduk yang dirawat
inap setahun terakhir, berobat jalan sebulan terakhir, dan yang mengalami
keluhan kesehatan sebulan yang lalu (Badan Pusat Statistik, 2015). Masyarakat yang
masih sering mengabaikan rasa sakitnya, dan cenderung mengobati diri sendiri
yaitu sekitar 61.05% pada tahun 2014 (BPS).
Adapun pengertian dari mengobati sendiri atau self medication adalah pemilihan dan pengunaan obat-obatan atas
inisiatif sendiri untuk mengatasi penyakit dan gejala penyakit yang dapat didiagnosis
sendiri. (WHO, 1998). Sedangkan menurut World
Self Medication Industry(WSMI), Self medication adalah upaya untuk
mengatasi keluhan kesehatan menggunakan obat-obatan terutama obat yang didesain
untuk dapat digunakan tanpa resep dokter yaitu yang aman dan efektif. Swamedikasi adalah pengobatan sendiri
yang biasanya dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan atau gangguan yang
ringan, misalnya batuk-pilek, demam, sakit kepala, diare, sembelit, perut
kembung, maag, gatal-gatal, infeksi jamur kulit dan lain-lain (BPOM, 2013).
Swamedikasi ini memang
membawa keuntungan yang cukup besar bagi pemerintah dalam upaya pemeliharaan
kesehatan (Depkes RI, 2008). Obat adalah salah satu unsur penting dan
seringkali merupakan alternative termurah dan paling tepat untuk pelaksanaan
upaya kesehatan, terutama untuk upaya pencegahan dan penyembuhan. Tindakan
swamedikasi juga menggambarkan meningkatnya pendidikan dan kesadaran masyarakat
akan kesehatan, namun dibatasi oleh kemampuan ekonomi dan keterbatasan waktu
yang dimiliki (Tan dan Kirana, 2010). Inisiatif masyarakat dalam pemelihaan
kesehatan dirinya dengan melakukan swamedikasi dilakukan karena hanya
membutuhkan konsumsi obat bebas sederhana ataupun terbatas yang tentunya lebih
murah dibandingkan dengan biaya konsultasi dan tindakan medis yang mungkin
dilakukan di tempat pelayanan kesehatan.
Namun selain memberikan
manfaat bagi masyarakat dan pemerintah, kegiatan swamedikasi ini juga dipandang
cukup mengkhawatirkan karena dapat mengakibatkan kerugian dan bahaya yang
disebabkan kesalahan penggunaan dan penakaran obat. Perlu diketahui bahwa
bahaya yang dapat diakibatkan oleh konsumsi obat-obatan bebas terbatas secara
mandiri berisiko keracunan, risiko alergi, resistensi obat, adiksi dan yang
paling membahayakan yaitu tertundanya penanganan kesehatan yang tepat (Tan dan
Kirana, 2010).
Swamedikasi juga menuntut
masyarakat untuk mampu mendiagnosa sendiri penyakitnya, mulai dari masalah
kesehatan apa yang sedang dihadapinya? Apakah memerlukan konsultasi dokter atau
tidak? Apakah perlu untuk mengkonsumsi
obat? Obat apa yang dapat diperoleh tanpa resep dokter dan aman atau tidak?
Serta teliti label obat, mulai dari bagaimana cara pemakaiannya, dosisnya,
kontraindikasi dan waktu kadaluwarsa obat (BPOM, 2013). Masyarakat harus aktif
membaca kemasan obat, membaca mengenai gejala penyakit yang dialaminya bahkan
perlu menanyakan langsung kepada apoteker apakah penggunaan obat tersebut aman
bagi dirinya. Masyarakat juga perlu mengingat bahwa sesuai permenkes No.
919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang dapat digunakan untuk mengobati
sendiri yaitu: 1) Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil,
anak dibawah usia 2 tahun dan orang tua diatas 65 tahun; 2) Pengobatan sendiri
dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit; 3)
Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan; 4) Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang pravalensinya
tinggi di Indonesia; dan 6) Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan
yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
Untuk mengurangi kerugian
dan bahaya yang mungkin terjadi dan mengoptimalkan swamedikasi dalam masyarakat
dapat dilakukan beberapa upaya diantaranya penyuluhan atau pendidikan kesehatan
secara luas maupun yang bersifat langsung ketika masyarakat hendak membeli
obat, memberikan keterangan yang lengkap, jelas dan mudah dipahami pada setiap
label obat, membatasi dengan ketat pendistribusian obat-obat yang memang bukan
merupakan konsumsi umum atau diluar obat bebas terbatas, serta sebagai
masyarakat mengupayakan seminimal mungkin mengkonsumsi obat apabila tidak
sakit. Para ahli, tenaga kesehatan dan penulis lebih menyarankan masyarakat
membiasakan diri hidup sehat sebagai langkah pencegahan bahaya dari mengobati
diri sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar